BAB I
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Selama hampir
57 tahun sebagai bangsa merdeka kita dihadapkan pada panggung sejarah perpolitikan
dan ketatanegaraan dengan dekorasi, setting, aktor, maupun cerita yang
berbeda-beda. Setiap pentas sejarah cenderung bersifat ekslusif dan Steriotipe.
Karena kekhasannya tersebut maka kepada setiap pentas sejarah yang terjadi
dilekatkan suatu atribut demarkatif, seperti Orde Lama, Orde Baru Dan Kini Orde
Reformasi.
Karena
esklusifitas tersebut maka sering terjadi pandangan dan pemikiran yang bersifat
apologetik dan keliru bahwa masing-masing Orde merefleksikan tatanan
perpolitikan dan ketatanegaraan yang sama sekali berbeda dari Orde sebelumnya
dan tidak ada ikatan historis sama sekali
Orde Baru lahir
karena adanya Orde Lama, dan Orde Baru sendiri haruslah diyakini sebagai sebuah
panorama bagi kemunculan Orde Reformasi. Demikian juga setelah Orde Reformasi
pastilah akan berkembang pentas sejarah perpolitikan dan ketatanegaraan lainnya
dengan setting dan cerita yang mungkin pula tidak sama.
Dari perspektif
ini maka dapat dikatakan bahwa Orde Lama telah memberikan landasan kebangsaan
bagi perkembangan bangsa Indonesia. Sementara itu Orde Baru telah banyak
memberikan pertumbuhan wacana normatif bagi pemantapan ideologi nasional,
terutama melalui konvergensi nilai-nilai sosial-budaya (Madjid,1998) Orde
Reformasi sendiri walaupun dapat dikatakan masih dalam proses pencarian bentuk,
namun telah menancapakan satu tekad yang berguna bagi penumbuhan nilai
demokrasi dan keadilan melalui upaya penegakan supremasi hukum dan HAM.
Nilai-nilai tersebut akan terus di Justifikasi dan diadaptasikan dengan dinamika
yang terjadi.
B. RUMUSAN
MASALAH
Adapun rumusan
masalah yang hendak di uraikan dalam makalah ini adalah ;
a. Bagaimana
kondisi politik indonesian pada masa Orde Lama ?
b. Bagaimana
kondisi politik pada masa demokrasi liberal dan parlementer ?
c. Bagaimana
proses peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru ?
d. Bagaimana
proses terjadinya peristiwa G 30 S/PKI ?
e. Bagaimana
perbedaan kebijakan politik pada masa Orde Lama dan Orde Baru ?
1
C. TUJUAN
PENULISAN
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk ;
a. Mengetahui
kondisi politik indonesian pada masa Orde Lama
b. Mengetahui
kondisi politik pada masa demokrasi liberal dan parlementer
c. Mengetahui
proses peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru
BAB II
PEMBAHASAN
A. ORDE
LAMA (1950 – 1965 )
1. Demokrasi
Liberal (1950 – 1959)
Dalam
proses pengakuan kedaulatan dan pembentukan kelengkapan negara, ditetapkan pula
sistem demokrasi yang dipakai yaitun sistem demokrasi liberal. Dalam sistem
demokrasi ini presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya
berhak mengatur formatur pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab
pemerintah ada pada kabinet. Presiden tidak boleh bertindak sewenang-wenang.
Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri.
Dalam
sistem demokrasi ini, partai-partai besar seperti Masyumi,Pni,dan PKI mempunyai
partisipasi yang besar dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet yang
bertanggung jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat ) yang merupakan
kekuatan-kekuatan partai besar berdasarkan UUDS 1950.
Setiap
kabinet yang berkuasa harus mendapat dudkungan mayoritas dalam parlemen (DPR
pusat). Bila mayoritas dalam parlemen tidak mendukung kabinet, maka kabinet
harus mengemblikan mandat kepada presiden. Setelah itu, dibentuklah kabinet
baru untuk mengendalikan pemerintahan selanjutnya. Dengan demikian satu ciri
penting dalam penerapan sistem Demokrasi Liberal di negara kita adalah silih
bergantinya kabinet yang menjalankan pemerintahan.
Kabinet
yang pertama kali terbentuk pada tanggal 6 september 1950 adalah kabinet
Natsir. Sebagai formatur ditunjuk Mohammad Natsir sebagai ketua Masyumi yang
menjadi partai politik terbesar saat itu. Program kerja Kabinet Natsir pada
masa pemerintahannya secara garis besar sebagai berikut ;
a. Menyelenggarakan
pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.
b. Memajukan
perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
2
c. Menyempurnakan
organisasi pemerintahan dan militer.
d. Memperjuangkan
soal Irian Barat tahun 1950.
e. Memulihkan
keamanan dan ketertiban.
Dalam menjalankan
kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi hambatan terutama dari tubuh parlemen
sendiri. Bentuk negara yang belum sempurna dengan beberapa daerah masih berada
ditangan pemerintahan Belanda memperuncing masalah yang ada dalam kabinet
tersebut. Perbedaan politik antara presiden dan kabinet tersebut menyebabkan
kedekatan antara presiden dengan golongan oposisi (PNI). Hal itu menentang
sistem politik yang telah berlaku sebelumnya, bahwa presiden seharusnya
memiliki sikap politik yang sealiran dengan parlemen. Secara berturut-turut
setelah kejatuhan kabinet Natsir, selama berlakunya sistem Demokrasi Liberal,
presiden membentuk kabinet-kabinet baru hingga tahun 1959.
Pada masa Demokrasi
Liberal ini juga berhasil menyelenggarakan pemilu I yang dilakukan pada 29
september 1955 dengan agenda pemilihan 272 anggota DPR yang di lantik pada 20
Maret 1956. Pemilu pertama tersebut juga telah berhasil badan konstituante
(sidang pembuat UUD). Selanjutnya badan konstituante memiliki tugas untuk
merumuskan UUD baru. Dalam badan konstituante sendiri, terdiri berbagai macam
partai, dengan dominasi partai-partai besar seperti NU,PKI,Masyumi dan PNI.
Dari nama lembaga tersebut dapatlah diketahui bahwa lembaga tersebut bertugas
untuk menyusun konstitusi. Konstituante melaksanakan tugasnya ditengah konflik
berkepanjangan yang muncul diantara pejabat militer, pergolakan daerah melawan
pusat dan kondisi ekonomi tak menentu.
2.Demokrasi
Terpimpin (1959 – 1965)
a. Sistem
politik Demokrasi Terpimpinat
Kekacauan terus
menerus dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang disebabkan oleh begitu
banyaknya pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan ketika diberlakukannya
sistem demokrasi liberal. Pergantian dan berbagai respon dari dari daerah dalam
kurun waktu tersebut memaksa untuk dilakukannya revisi terhadap sistem
pemerintahan. Ir.Soekarno selaku presiden memperkenalkan konsep kepemimpinan
baru yang dinamakan demokrasi terpimpin. Tonggak bersejarah di
berlakukannya sistem demokrasi terpimpin adalah dikeluarkannya Dekrit Presiden
5 Juli 1959.
3
Peristiwa tersebut
mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk sebelumya. Satu hal pokok yang
membedakan antara sistem Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin
adalah kekuasaan Presiden. Dalam
Demokrasi Liberal, parlemen memiliki kewenangan yang terbesar terhadap
pemerintahan dan pengambilan keputusan negara. Sebaliknya, dalam sistem
Demokrasi Terpimpin presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.
Dengan
diberlakukannya Dekrit Presiden 1959 terjadi pergantian kabinet dari Kabinet
Karya (pimpinan Ir.Djuanda) yang dibubarkan pada 10 juli 1959 dan digantikan
dengan pembentukan Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Ir.Soekarno sebagai perdana
menteri dan Ir.Djuanda sebagai menteri pertama. Kabinet ini yang memiliki
program khusus yang berhubungan dengan masalah keamanan,sandang pangan, dan
pembebasan Irian Barat. Pergantian institusi pemerintahan anatara lain di MPR
(pembentukan MPRS), pemebntukan DPR-GR dan pembentukan DPA.
Perkembangan dalam
sistem pemerintahan selanjutnya adalah pernetapan GBHN pertama. Pidato Presiden
pada acara upacara bendera tanggal 17 agustus 1959 berjudu”Penemuan Kembali
Revolusi Kita”dinamakan Manifestasi Politik Republik Indonesia(Manipol),yang
berintikan USDEK (UUD 1945,Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Kepribadian Indonesia). Institusi negara selanjutnya adalah mengitegrasikan
sejumlah badan eksekutif seperti MPRS, DPRS, DPA, Depernas, dan Front Nasional
dengan tugas sebgai menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang kabinet tertentu
yang selanjutnya ikut merumuskan kebijaksanaan pemerintahan dalam lembaga
masing-masing.
Dalam Demokrasi
Terpimpin presiden mendapat dukungan dari tiga kekuatan besar yaitu Nasionalis,
Agama dan Komunis. Ketiganya menjadi kekuatan presiden dalam mempertahankan
kekuasaannya. Kekuasaan mutlak presiden pada masa itu telah menjadikan jabatan
tersebut sebagai pusat legitimasi yang penting bagi lainnya. Presiden sebagai
penentu kebijakan utama terhadap masalah-masalah dalam negeri maupun luar
negeri .
b. Gerakan
30 September 1965
Salah satu momen
sejarah yang mungkin paling membekas dalam perjalanan sejarah Indonesia adalah
Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Peristiwa tersebut sampai saat ini masih
menimbulkan kontrofersi dalam pengungkapan fakta yang sebenarnya. Berbagai
versi tentang gerakan 30 S tersebut telah dikemukakan diantaranya;
Peristiwa G 30 S
versi Pemerintah Orde Baru yakni peristiwa 30 S merupan suatu tindakan makar
yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintah Indonesia yang sah. Tindakan kudeta
tersebut dilakukan untuk merebut kekuasaan dari Ir.Soekarno selaku Penguasa
Tertinggi
4
Angkatan
Bersenjata dan Presiden seumur hidupberdasarkan konsep Demokrasi Terpimpin.
Cara penggulingan tahun 1965 tersebut
adalah dengan menyatukan sejumlah organisasi onderbouw yang masih tersisa
pascaperistiwa 1948.
c. Dampak
G 30 S dan Proses Peralihan Kekuasaan Politik
Adapun dampak dari
peristiwa G 30 S adalah :
- Demostrasi
menentang PKI
Penyelesaian
aspek politik terhadap para pelaku G 30 S 1965/PKI akan di putuskan dalam
sidang Kabinet Dwikora tanggal 6 Oktober 1965 dan belum terlihat adanyaa
tanda-tanda akan dilaksanakan. Berbagai aksi digelar untuk menuntut pemeritah
agar segera menyelesaikan masalah tersebut dengan seadil-adilnya. Aksi
dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda dan pelajar-pelajar Indonesia
seperti KAPPI,KAMI dan KAPI. Mucul pula kasi yang dilakukan oleh KABI,KAWI yang
membulatkan tekad dalam Front Pancasila.
- Mayjen
Soeharto menjadi Pangad
Sementara
itu untuk mengisi kekosongan pimpinan AD, pada tanggal 14 oktober 1965 Panglima
Kostrad/Pangkopkamtib Mayjen Soeharto diangkat menjadi Menteri/Panglima AD.
Bersamakan itu diadakan tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI
dan ormasnya.
- Kedaan
ekonomi yang buruk
Sementara
itu kedaan ekonomi semakin memburuk. Pada saat itu politik sebagai panglima,
akibatnya masalah lain terabaikan. Akibatnya di daerah muncul berbagai gejolak
sosial yang pada puncaknya menimbulakan pemberontakan.
- Tri
Tuntutan Rakyat
Pada
tanggal 12 januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang tergabung dalam Front
Pancasila tersebut berkumpul di halaman gedung DPR-GR untuk mengajukan Tritura
yang isinya :
a. Pembubaran
PKI dan ormas-ormasnya.
b. Pembersihan
kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI.
c. Penurunan
harga barang-barang.
Aksi Tritura
berlangsung selama 60 hari sampai dikeluarkannya surat perintah 11 Maret 1966.
- Kabinet
seratus menteri
Pada
tanggal 21 februari 1966 presiden Soekarno mengumumkan perubahan kabinet
5
9(reshuffle).
Kabinet baru ini diberi nama kabinet Dwikora yang disempurnakan.
Adapun
proses peraliahan kekuasaan politik dari orde lama ke orde baru adalah sebagai
berikut ;
- Tanggal
16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah dilantik menjadi Menteri Panglima
Angkatan Darat dan dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal. Pada awalnya
untuk menghormati presiden AD tetap mendukungnya. Namun presiden enggan
mengutuk G 30 S AD mulai mengurangi dukungannya dan lebih muali tertarik
bekerja sam dengan KAMI dan KAPPI.
- Keberanian
KAMI dan KAPPI terutam karena merasa mendapat perlindungan dari AD. Kesempatan
ini digunakan oleh Mayjen Soeharto uintuk menawarkan jasa baik demi pulihnya
kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri. Untuk itu ia mengutus tiga Jenderal
yaitu M.Yusuf, Amir macmud dan Basuki Rahmat oleh Soeharto untuk menemui
presiden guna menyampaikan tawaran itu pada tanggal 11 Maret 1966. Sebagai
hasilnya lahirlah surat perintah 11 Maret 1966
.
- Pada
tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari Presiden
melalui perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah konsep surat
penugasan mengenai pimpinan pemerintahan sehari-hari kepada pemegang
Supersemar.
- Pada
8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto konsep tersebut dibicarakan bersama
empat panglima angkatan bersenjata.
- Disaat
belum tercapainya kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah pelengkap Nawaksara
dan semakin bertambah gawatnya konflik, pada tanggal 9 Februari
1967 DPR-GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar sidang
Istimewa dilaksanakan.
- Tanggal
10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap kepad presiden Soekarno untuk
membicarakan masalah negara.
- Pada
tanggal 11 Februari 1967 Jend.Soharto mengajukan konsep yang bisa digunakan
untuk mempermudah penyelesaian konflik. Konsep ini berisi tentang pernyataan
presiden berhalangan atau presiden menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada
pemegang Supersemar sesuai dengan ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966, presiden
kemudian meminta waktu untuk mempelajarinya.
- Pada
tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali dengan
presiden, presiden tidak dapat menerima konsep tersebut karena tidak
menyetujui pernyataan yang isinya berhalangan.
- Pada
tanggal 13 Februari 1967, para panglima berkummpul kembali untuk membicarakan
konsep yang telah telah disusun sebelum diajukan kepada presiden
6
- Pada
tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah
diadakan sedikit perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata
menjaga dan menegakkan revolusi.
- Pada
tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana Negara presiden
/Mendataris MPRS/ Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah menyerahkan
kekuasaan pemerintah kepada pengemban Supersemar yaitu Jend.Soeharto.
- Pada
bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka mengukuhkan
pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat Jenderal Soeharto
sebagai pejabat presiden RI.
B. ORDE
BARU
1. Lahirnya
Orde Baru
Akibat
adanya pemberontakan Gerakan 30 September timbullah reaksi dari
berbagai Parpol,Ormas,Mahasiswa dan kalangan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober
1965 partai politik seperti IPTKI, NU, Partai Kristen Indonesia, dan organisasi
massa lainnya melakukan apel kebulatan tekad untuk mengamankan Pancasila dan
menuntut pembubaran PKI serta ormas-ormasnya. Pada tanggal 23 Oktober 1965
parpol yang anti komunis membentuk Front Pancasila dan diikuti oleh pembentukan
KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ), KAPI ( Ksatuan Aksi Pelajar
Indonesia ), dan lain-lain. Pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI mencetuskan
TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) “Bubarkan PKI dan
ormas-ormasnya,Bersihkan kabinet dari unsur PKI,dan turunkan harga-harga”
2. Kebijakan Politik
Orde Baru
Rezim
Orde Baru memiliki kekuasaan penuh mengendalikan kehidupan politik masa itu.
Kebijakan politik yang diterapkan dalam masa Orde Baru dapat dilihat dari awal
lahirnya Orde Baru. Pemberangusan hak-hak berpolitik bagi eks anggota PKI dan
keluarganya, merupakan salah satu kebijakan yang mengundang kontroversi dari
masyarakat. Pemerintah Orde Baru memberikan kesempatan politik hanya kepada
golongan tertentu saja. Menjelang dilaksanakannya pemilu pada tahun 197, jumlah
partai yang menjadi peserta, tidak sebanyak partai politik di tahun 1955. Dari
hasil pemilu tersebut para wakil-wakil partai menduduki 360 kursi ditambah 100
kursi lagi yang anggota-anggotanya diangkat oleh Presiden sehingga anggota DPR
berjumlah 460 orang. Dari susunan kursi DPR yang semacam ini maka DPR selalu
mendukung kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Untuk pemiliu-pemilu
selanjutnya
7
tahun
1977,1982,1987,1992, hingga 1997 pemerintah menyederhanakan jumlah partai
politik yang ada. Hal ini dilakukan sesuai dengan Undang-Undang nomor 3 tahun
1975 . Partai Persatuan Pembangunan merupakan fusi dari partai-partai islam
seperti NU, Parmusi, PSSI, dan PERTI. Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia
adalah fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo, hanya
Golkar yang tidak mempunyai fusi partai manapun.
3. Menguatnya Peran
Negara dan Dampaknya
Pemegang pemerintahan
di Orde Baru adalah kalangan militer. Kekuasaan sentralistik yang digunakan
oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan berbagai akibatnya di akhir pemerintahan
Orde Baru. Kekuasaan militer hampir di seluruh bidang pembangunan.
Pada akhir tahu 90-an dengan runtuhnya
rezim Orde Baru dan seiring dengan era reformasi terbuka kesempatan bagi rakyat
untuk menentanng kekuasaan yang otoriter itu . operasi militer mengerikan yang
selam 10 tahun tertutup rapat dari pengetahuan publikpun terbongkar. Presiden
Soeharto dan rezimnya menyadari bahwa, kemenangan mereka dapat tercapai antara
lain berkat dukungan tokoh-tokoh islam termasuk ormas-ormasnya simpatisan
masyumi. Tetapi ketika muncul tuntutan dari tokoh-tokoh masyumi yang baru bebas
dari tahanan rezim Orde Lama, untuk merehabilitasi partainya, Soeharto tegas
menolak dengan alasan ”yuridis, ketatanegaraan, dan psikologi “. Bahkan
Soeharto dengan nada yang agak marah, mengaskan, Ia menolak setiap keagamaan
dan akan menindak setiap usaha eksploitasi masalah agama untuk maksud-maksud
kegiatan politik yang tidak pada tempatnya. Dalam kata lain, pemerintahan Orde
Baru yang didominasi militer tidak menyukai kebangkitan politik islam.
4. Jatuhnya Pemerintahan
Orde Baru.
Pemerintah Orde Baru
selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap tekad
awalnyamuncul Orde Baru. Pada awalnya Orde Baru bertekad melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan bermasyarakat, berbangsa,
dan bertanah air. Latar belakang munculnya tuntutan Soeharto agar mundur dari
jabatannya atau yang menjadi titik awal berakhirnya Orde Baru.
- Adanya
krisis politik di mana setahun sebelum pemilu 1997, kehidupan politik Indonesia
mulai memanas. Pemerintah yang didukung Golkar berusaha memepertahankan
kemenangan mutlak yang telah dicapai dalam lima pemilu sebelumnya. PPP
begitupun PDI ataupun Golkar dianggapa tidak mampu lagi memenuhi aspirasi
politik masyarakat.
- Adanya
krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997. Sebenarnya
krisis
8
ini
juga terjadi dibeberapa negara di Asia namun Indonesialah yang merasakan dampak
yang paling buruk. Hal ini disebabkan karena pondasi perekonomian Indonesia
rapuh, praktik KKN, dan monopoli ekonomi mewarnai pembangunan ekonomi
Indonesia.
- Adanya
krisis Sosial, bersamaan dengan krisis ekonomi kekerasan di masyarakat semakin
meningkat. Melonjaknya angka pengangguran. Kesenjangan ekonomi menyebabkan kecemburuan
sosial di tengah masyarakat. Gerakan moral dalam aksi damai menuntut reformasi
mulai ditunggangi berbagai kepentingan individu dan kelompok.
- Pelaksanaan
hukum di masa Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya kekuasaan
kehakiman yang dinyatakan dalam pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memilik
kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintahan. Namun pada
kenyataannya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif.
Kronologi jatuhnya
pemerintahan Orde Baru berawal dari terpilihnya kembali Soeharto sebagai
presiden melalui sidang umum MPR yang berlangsung tanggal 1 – 11 Maret
1998, ternyata tidak menimbulkan dampak positif yang berarti bagi upaya
pemulihan kondisi ekonomi bangsa justeru memperparah gejolak krisis. Dan
gelombang aksi mahasiswa silih berganti menyuarakan beberapa agenda reformasi.
Keberhasilan Pemerintahan Orde
Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui sebagai suatu
prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya sarana dan
prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia.
Namun, keberhasilan ekonomi
maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembangunan mental (
character building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan
maupun pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan
tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi
penguasa, aparat dan penguasa)
Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
Banyak hal yang mendorong
timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada
ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal
kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
1. Krisis Politik
9
Demokrasi yang tidak
dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan
politik. Ada kesan kedaulatan
rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh
para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah
ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de
jore (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai
wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota
MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu
diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti
ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah,
DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan
reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala
bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa
KKN.
Gerakan
reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket
undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya
:
- UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
- UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
- UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
- UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
- UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan
ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi
yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi,
tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia.
Kondisi dan situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya
peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat
terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis
politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya
menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya
reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di
dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada
pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap
setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap
kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu,
masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan
Presiden.
Terjadinya ketegangan politik
menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu
10
munculnya kerusuhan baru yaitu
konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye pemilihan
umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban
jiwa.
Pemilihan umum tahun 1997
ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang meraih kemenangan
mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden
dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang
dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak
kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum
MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan
BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden
Soeharto yang dating dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.
2. Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum
pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak munculnya
gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga
menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di
bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau
posisi yang sebenarnya.
3. Krisis Ekonomi
Krisi moneter yang melanda
Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi
perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu
untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah
semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat
pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia
mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir
tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah
membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang
dilakukan pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman
bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di
kembalikan begitu saja.
Krisis moneter
tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah
menghancurkan keuangan nasional. Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi
yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri. Utang
Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor
penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak
sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta.
Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462
miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar
Amerika Serikat. Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar
11
negeri terhadap
Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan
perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan
korupsi serta tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945
Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia
sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di
masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan
tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu,
pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang
dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa
dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah
pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi
yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi
kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli,
oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis
Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru bersifat
sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua
bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat
pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan
politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini
terlihat dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal
ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap
pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola
pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang
berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi
di daerah yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah
bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang,
halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.
4. Krisis Kepercayaan
Demontrasi di lakukan oleh para
mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM
dan ongkos Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin
Royan.
Tragedi Trisakti
itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat
yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak
merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia,
namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin
banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung
12
DPR / MPR untuk melakukan dialog
dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka
memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan
reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat
demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat
tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei
1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan
pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian
Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan
kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali
sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya
pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan
diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan
Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil
sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di
Istana.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Dari
Sejarah panjang mengenai dinamika politik pada masa orde lama di Indonesia yang
berhubungan dengan praktek politik berdasar demokrasi muncul semenjak
dikelurkannya Maklumat Wakil Presiden No.X, 3 November 1945, yang menganjurkan
pembentukan partai-partai politik. Perkembangan demokrasi dalam masa revolusi
dan demokrasi parlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas.
Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan
ceremonial, sementara kekuasaan pemerintah yang nyata dimiliki oleh Perdana
Menteri, kabinet dan parlemen. Kegiatan partisipasi politik di masa itu
berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui saluran partai politik yang
mengakomodasikan berbagai ideologi dan nilai-nilai primordialisme yang tumbuh
di tengah masyarakat. Namun, demikian, masa itu ditandai oleh terlokalisasinya
proses politik dan formulasi kebijakan pada segelintir elit politik semata, hal
tersebut ditunjukan pada rentang 1945-1959 ditandai dengan adanya
tersentralisasinya kekuasaan pada tangan elit-elit partai dan masyarakat berada
dalam keadaan terasingkan dari proses politik.
Keruntuhan
Orde Lama dan kelahiran Orde Baru di penghujung tahun 1960-an menandai
tumbuhnya harapan akan perbaikan keadaan sosial, ekonomi dan politik. Dalam
13
kerangka
ini, banyak kalangan berharap akan terjadinya akselerasi pembangunan politik ke
arah demokrasi. Salah satu harapan dominan yang berkembang saat itu adalah
bergesernya power relationship antara negara dan masyarakat. Harapan akan
tumbuhnya demokrasi tersebut adalah harapan yang memiliki dasar argumen empirik
yang memadai diantaranya adalah berbeda dengan demokrasi terpimpin Bung Karno
yang lahir sebagai produk rekayasa elit, orde baru lahir karena adanya gerakan
massa yang berasal dari arus keinginan arus bawah, kemudian rekrutmen elit
politik di tingkat nasional yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pada saat
pembentukannya memperlihatkan adanya kesejajaran. Dalam artian, mengenai
kebijakan politik yang ada tidak lagi diserahkan pada peran politis dan
ideology, melainkan pada para teknokrat yang ahli. Sejalan dengan dasar empirik
sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam
pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde
Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI.
Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam
militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui
ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu
lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang
Orde Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan
ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan
dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR
yang akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca
reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat
itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.
B.
SARAN
Perjalanan
kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Budaya
birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga
reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih
cenderung untuk kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi
birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan
penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup
semakin menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin
buruknya mentalitas birokrasi secara institusional maupun individu.
Sejak
orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien
dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun
militer secara
14
terang-terangan
mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial. Hal serupa juga
masih terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa daerah. Beberapa
kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media menjadi salah satu bukti
nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi. Sebenarnya penguatan
atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan catatan bahwa penaklukan
tersebut didasarkan atas itikad baik untuk merealisasikan program-program yang
telah ditetapkan pemerintah. Namun sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami
para pelaku politik adalah untuk memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus
bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih
baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga
aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses
pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan
masyarakat umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. 2005. Sejarah Untuk
SMA kelas XII Program Ilmu Sosial Dan Bahasa. Klaten : Cempaka Putih.
Tim Penyusun, MGMP. 2008. Sejarah
Nasional Indonesia Dan Dunia untuk Kelas XII SMA Program IPS. Malili :
Raodah Foto Copy.
http ;//www.wikipedia.org/sejarah
indonesia//
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya.. :)